Join now!!! cara mudah dapat dollar just click it

Sabtu, 30 Mei 2009

Pesta Adat Mallassuang Manu

A. Selayang Pandang

Apabila Anda berkunjung ke Kotabaru, Kalimantan Selatan, antara bulan Maret—April, ada baiknya jika Anda mengikuti Pesta Adat Malassuang Manu, ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassuang Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pesta adat yang juga telah menjadi event wisata ini dilakukan secara turun temurun di Pulau Cinta, sebuah pulau kecil yang konon berbentuk hati dan berjarak sekitar dua mil dari Pulau Laut, pulau terbesar di perairan tenggara Kalimantan yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Kotabaru. Pulau Cinta memiliki luas sekitar 500 m2 dan hanya terdiri dari batu-batu besar dan sejumlah pohon di dalamnya.

Dalam pesta adat yang unik ini, para peserta berangkat secara bersama-sama dari Pulau Laut (Kotabaru) menuju Pulau Cinta dengan menggunakan perahu. Sesampainya di Pulau Cinta, pesta adat melepas sepasang ayam jantan dan betina dilaksanakan dengan disaksikan oleh ribuan penonton.








Perjalanan menuju Pulau Cinta (kiri), dan para pengunjung yang mengikuti Pesta Adat Malassuang Manu (kanan)

B. Keistimewaan

Keinginan agar mudah mencari jodoh dapat melahirkan ekspresi budaya yang khas. Kekhasan itulah yang dapat disaksikan dalam Pesta Adat Malassuang Manu. Ritual utama dalam upacara ini, yaitu melepas ayam jantan dan betina, dilaksanakan di atas sebuah batu besar yang bagian tengahnya terbelah sepanjang kira-kira 10 meter. Dari atas batu itu, sepasang ayam tersebut dilemparkan sebagai tanda permohonan kepada Tuhan supaya dimudahkan dalam mencari jodoh.

Usai melepas sepasang ayam tersebut, para muda-mudi ini kemudian mengikatkan pita atau tali rafia (yang di dalamnya telah diisi batu atau sapu tangan yang indah) di atas dahan atau ranting pepohonan yang terdapat di Pulau Cinta. Hal ini sebagai perlambang, apabila kelak memperoleh jodoh tidak akan terputus ikatan tali perjodohannya sampai maut menjemput.

Kelak, pita atau tali rafia tersebut akan diambil kembali bila permohonan untuk bertemu jodoh telah terkabul. Pasangan yang telah berjodoh ini akan kembali ke Pulau Cinta untuk mengambil pita atau tali rafia tersebut dengan menggunakan perahu klotok yang dihias dengan kertas warna-warni. Makanan khas yang selalu menjadi hidangan dalam ritual kedua ini adalah sanggar (semacam pisang goreng yang terbuat dari pisang kepok yang dibalut dengan tepung beras dan gandum dengan campuran gula dan garam), serta minuman berupa teh panas.

Pasangan ini akan diiringi oleh sanak saudara untuk mengadakan selamatan. Usai memanjatkan doa, mereka kemudian melepaskan pita atau tali rafia yang dulu diikatkan di dahan atau ranting pohon untuk disimpan sebagai bukti bahwa keinginannya telah terkabul. Selain itu, ritual kedua ini juga merupakan permohonan supaya dalam kehidupan selanjutnya selalu dibimbing menjadi keluarga yang sejahtera.

Pesta adat yang pelaksanaannya didukung oleh pemerintah daerah setempat ini juga dimeriahkan oleh tari-tarian adat dan berbagai macam perlombaan, seperti voli, sepakbola, dan lain-lain. Berbagai event lomba tersebut biasanya akan memperebutkan trophy Bupati Kotabaru atau Gubernur Kalimantan Selatan.








Tarian penyambutan oleh gadis-gadis Mandar (kiri), dan pertandingan sepakbola (kanan)

C. Lokasi

Pesta adat Mallassuang Manu diselenggarakan di Teluk Aru dan Pulau Cinta, Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Indonesia.

D. Akses

Ibu Kota Kabupaten Kotabaru terletak di ujung utara Pulau Laut. Dari Ibu Kota Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kotabaru terletak sekitar 350 kilometer dengan kondisi jalan yang kurang mulus. Wisatawan yang menggunakan bus, bus mini, atau mobil carteran akan menghabiskan waktu sekitar 9—10 jam untuk sampai di pelabuhan penyeberangan. Perjalanan darat ini akan dilanjutkan dengan menyeberangi laut menggunakan kapal ferry menuju Pelabuhan Tanjung Serdang, Kotabaru. Dari Pelabuhan ini, perjalanan darat menuju Kotabaru masih memerlukan waktu sekitar 1 jam dengan jarak sekitar 40 kilometer.

Selain perjalanan darat, jika memilih transportasi laut, wisatawan dapat pula memanfaatkan penyeberangan dari Pelabuhan Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) menuju Pelabuhan Tanjung Serdang (Kotabaru). Pelabuhan Batulicin merupakan salah satu pelabuhan utama di Kalimantan Selatan yang melayani pelayaran dari dan ke pelabuhan-pelabuhan besar di Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.

Apabila memanfaatkan jasa pesawat udara, wisatawan dapat melakukan transit terlebih dahulu di Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin (Kalimantan Selatan) atau Bandara Sepinggan Balikpapan (Kalimantan Timur) sebelum menuju Bandara Stagen Kotabaru. Dari dua kota ini, saat ini telah ada layanan pesawat jenis Fokker yang dapat mengangkut sekitar 48 penumpang dengan rute Banjarmasin-Kotabaru-Balikpapan dan rute Balikpapan-Kotabaru-Banjarmasin. Pesawat tersebut melayani penerbangan setiap hari dengan waktu tempuh dari Banjarmasin—Kotabaru atau dari Balikpapan—Kotabaru sekitar 30 menit. Dari Banjarmasin pesawat tersebut berangkat sekitar pukul 07.15 WITA, semetara dari Balikpapan sekitar pukul 13.30 WITA.














Perahu-perahu Nelayan di Teluk Aru sengaja tidak melaut untuk
mengantarkan para peserta menuju Pulau Cinta


Dari Teluk Aru di Kotabaru, wisatawan dapat menuju Pulau Cinta menggunakan perahu nelayan bersama-sama dengan peserta Pesta Adat Mallassuang Manu lainnya. Perjalanan dari Teluk Aru ini memakan waktu sekitar 30 menit. Perayaan pesta adat ini biasanya berlangsung meriah, sehingga wisatawan tak perlu khawatir dengan ketersediaan perahu, sebab perahu-perahu tersebut akan dikoordinasikan oleh panitia untuk menuju Pulau Cinta.

E. Harga Tiket

Wisatawan yang mengikuti Pesta Adat Malassuang Manu tidak dipungut biaya.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Pulau Cinta sebagai lokasi perayaan Pesta Adat Malassuang Manu belum memiliki fasilitas akomodasi yang memadai. Oleh sebab itu, jika wisatawan memerlukan penginapan, restoran, warung telepon, rumah ibadah, dan sebagainya dapat memperolehnya di Kotabaru. Selain menyaksikan pesta adat ini, wisatawan juga dapat mengunjungi obyek wisata andalah kabupaten Kotabaru, yaitu Pantai Gedambaan.

by wisatamelayu.com

Kamis, 28 Mei 2009

Upacara Adat Macceratasi

A. Selayang Pandang

Macceratasi adalah sebutan untuk pesta atau upacara adat menumpahkan darah hewan ke laut yang biasa dilakukan oleh masyarakat pesisir Kotabaru, Kalimantan Selatan. Masyarakat pesisir Kotabaru umumnya terdiri dari beberapa suku, yaitu Bugis, Mandar, Banjar, dan Bajau atau Bajo. Penduduk Kotabaru ini biasanya mengadakan Upacara Adat Macceratasi setiap menjelang tahun baru Masehi (sekitar bulan Desember) di Pantai Gedambaan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas berkah penghidupan dari laut.

Upacara ini memiliki kemiripan dengan upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat nelayan di Nusantara, seperti Hajat Laut di Pantai Pangandaran, Jawa Barat, Festival Galesong di Takalar, Sulawesi Selatan, Petik Laut di Malang, Jawa Timur, serta Festival Samboja di Samboja, Kalimantan Timur. Umumnya, rasa syukur para nelayan atas berkah rezeki dari laut diwujudkan dengan upacara melarungkan benda, makanan, atau bagian tubuh hewan (seperti kepala atau darah hewan) ke tengah laut. Hal ini dilakukan sebagai simbol memberikan “makanan” bagi laut, dengan harapan laut akan selalu menjamin rezeki para nelayan yang menggantungkan hidup darinya.

B. Keistimewaan

Upacara Adat Macceratasi dilaksanakan selama dua hari. Wisatawan dapat mengikuti rentetan acara mulai dari upacara Tampung Tawar, penyembelihan hewan, pelepasan berbagai macam sajian ke laut, hingga hiburan berupa kesenian dan beladiri tradisional.

Pada hari pertama, sebelum ritual inti yakni menyembelih dan menumpahkan darah hewan ke laut, masyarakat setempat dipimpin oleh seorang tokoh adat mengadakan upacara Tampung Tawar, yaitu upacara memanjatkan doa kepada Tuhan. Dalam prosesi ini, seorang tokoh adat memimpin doa dengan duduk di antara sesaji yang terdiri dari berbagai bahan pokok mentah seperti beras, kelapa, gula, ayam yang masih hidup, dan air kembang.

















Seorang tokoh adat sedang memimpin doa
Sumber foto: cybertravel.cbn.net.id

Setelah doa selesai, tokoh adat akan memercik-mercikkan air kembang kepada khalayak yang hadir sebagai simbol memohon berkah dan keselamatan. Upacara kemudian dilanjutkan dengan menyembelih hewan, antara lain kerbau, kambing, dan ayam. Darah dari hewan-hewan ini ditampung untuk kemudian ditumpahkan ke laut, sementara dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang menghadiri upacara.

Usai menumpahkan darah ketiga hewan tersebut, upacara dilanjutkan dengan hiburan berupa kesenian dan beladiri tradisional, seperti hadrah, pencak silat, dan meniti di atas seutas tali. Salah satu hiburan yang cukup digemari oleh masyarakat setempat adalah atraksi meniti di atas tali yang biasa dipertunjukkan oleh anggota masyarakat dari suku Bajau. Dalam atraksi ini, salah seorang anggota suku Bajau akan mempertontonkan kebolehannya meniti seutas tali yang diikatkan di antara dua buah kayu atau pohon di tepi pantai. Orang tersebut akan menunjukkan kemahirannya mengatur keseimbangan sembari memeragakan gerakan silat, menari, atau tiduran di atas tali.


Seorang anggota suku Bajau sedang unjuk kebolehan meniti di atas tali
Sumber foto: garudamagazine.com

Pada hari kedua, dilakukan ritual melepas miniatur bagang, yaitu perangkat menangkap ikan berupa jaring yang dipasang di antara bambu-bambu penyangga di tengah laut. Di dalam miniatur bagang ini diletakkan berbagai makanan yang sudah matang untuk dilarung ke laut. Pelepasan bagang ini juga merupakan ungkapan terima kasih akan karunia Tuhan yang telah memberikan kekayaan laut yang melimpah. Selain mengikuti rangkaian Upacara Adat Macceratasi, wisatawan juga dapat menikmati panorama Pantai Gedambaan yang merupakan obyek wisata andalan Kabupaten Kotabaru.



















Melepas miniatur bagang ke tengah laut
Sumber foto: cybertravel.cbn.net.id


C. Lokasi

Upacara Adat Macceratasi dilaksanakan di Pantai Gedambaan, Desa Gedambaan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

D. Akses

Kotabaru terletak di ujung utara Pulau Laut, yaitu salah satu pulau besar di tenggara Kalimantan. Dari Ibu Kota Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kotabaru terletak sekitar 350 kilometer dengan kondisi jalan yang kurang mulus. Wisatawan yang menggunakan bus, bus mini, atau mobil carteran akan menghabiskan waktu sekitar 9—10 jam untuk sampai di pelabuhan penyeberangan. Perjalanan darat ini akan dilanjutkan dengan menyeberangi laut menggunakan kapal ferry menuju Pelabuhan Tanjung Serdang, Kotabaru. Dari Pelabuhan ini, perjalanan darat menuju Kotabaru masih memerlukan waktu sekitar 1 jam dengan jarak sekitar 40 kilometer.

Selain perjalanan darat, jika memilih transportasi laut, wisatawan dapat pula memanfaatkan penyeberangan dari Pelabuhan Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) menuju Pelabuhan Tanjung Serdang (Kotabaru). Pelabuhan Batulicin merupakan salah satu pelabuhan utama di Kalimantan Selatan yang melayani pelayaran dari dan ke pelabuhan-pelabuhan besar di Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.

Apabila memanfaatkan jasa pesawat udara, wisatawan dapat melakukan transit terlebih dahulu di Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin (Kalimantan Selatan) atau Bandara Sepinggan Balikpapan (Kalimantan Timur) sebelum menuju Bandara Stagen Kotabaru. Dari dua kota ini, saat ini telah ada layanan pesawat jenis Fokker yang dapat mengangkut sekitar 48 penumpang dengan rute Banjarmasin-Kotabaru-Balikpapan dan rute Balikpapan-Kotabaru-Banjarmasin. Pesawat tersebut melayani penerbangan setiap hari dengan waktu tempuh dari Banjarmasin—Kotabaru atau dari Balikpapan—Kotabaru sekitar 30 menit. Dari Banjarmasin pesawat tersebut berangkat sekitar pukul 07.15 WITA, semetara dari Balikpapan sekitar pukul 13.30 WITA.

Dari Kotabaru, wisatawan dapat menuju Pantai Gedambaan yang terletak sekitar 14 kilometer dengan menggunakan angkutan umum atau mobil sewaan.

E. Harga Tiket

Menyaksikan Upacara Adat Macceratasi tidak dipungut biaya.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Pantai Gedambaan saat ini telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti penginapan (cottage), mushola, fasilitas pemancingan, warung makan, kolam renang, panggung terbuka untuk pertunjukan seni dan hiburan lainnya, tempat duduk di tepi pantai, serta area parkir yang cukup luas.

by wisatamelayu.com

Upacara Adat Aruh Baharin

A. Selayang Pandang

Bagi sebagian masyarakat di Nusantara, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari bertani padi, musim panen adalah salah satu momen yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Selain bermakna ekonomi, musim panen padi juga mengandung makna spritual. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat menggelar ritual-ritual tertentu atau upacara-upacara khusus sebelum atau sesudah musim panen padi tiba. Salah satunya adalah upacara adat Aruh Baharin yang digelar oleh masyarakat Dayak yang berdomisili di Desa Kapul, Kecamatan Halongan, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Biasanya, upacara dipusatkan di balai adat, rumah adat, atau di tempat-tempat khusus yang sengaja dibuat untuk keperluan upacara adat Aruh Baharin.

Pada awalnya, Aruh Baharin merupakan upacara adat yang dihelat oleh masyarakat Dayak Halongan pemeluk agama Kaharingan (agama suku Dayak) setelah musim panen padi ladang (pahumaan) usai. Tujuan digelarnya upacara ini adalah sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen padi ladang yang melimpah, sekaligus penghormatan terhadap arwah leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari berbagai marabahaya. Mereka meyakini, beras hasil panen (baras hanyar) belum boleh dimakan, sebelum upacara adat tersebut dilaksanakan.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, upacara adat yang diwariskan secara turun-temurun ini juga digunakan untuk mensyukuri hasil usaha lainnya, seperti berdagang, beternak, nelayan, dan lain sebagainya. Begitu pula pelaksanaannya, yang tidak hanya diikuti oleh masyarakat Dayak pemeluk agama Kaharingan, tapi juga diikuti oleh pemeluk dari berbagai agama yang terdapat di Desa Kapul. Bahkan, upacara adat ini juga dihadiri oleh masyarakat yang berada di sekitar Desa Kapul, serta tokoh masyarakat dan pemuka adat dari kabupaten dan provinsi lain di Pulau Kalimantan yang sengaja diundang untuk menghadiri upacara ini.

Biasanya, pada upacara yang digelar selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut ini disembelih beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam. Upacara adat tersebut juga dilengkapi dengan berbagai keperluan-keperluan lainnya, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pihak penyelenggara maupun yang berhubungan dengan kelengkapan upacara itu sendiri, yang mana membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Agar tidak terlalu memberatkan, biaya untuk pelaksanaan upacara ini ditanggung bersama oleh kelompok masyarakat adat yang terdapat di Desa Kapul. Di desa tersebut terdapat tiga kelompok masyarakat adat, di mana setiap kelompok adat biasanya terdiri dari 25 sampai 30 kepala keluarga. Selain itu, untuk meringankan pihak penyelenggara, upacara adat Aruh Baharin belakangan ini digelar tiga tahun sekali dan bahkan lima tahun sekali.

B. Keistimewaan

Upacara adat yang digelar selama tujuh hari tujuh malam ini terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama adalah tahapan persiapan. Pada tahapan ini, kaum perempuan berbagi tugas dengan kaum laki-laki untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelengkapan upacara. Kaum perempuan bertugas membersihkan dan membasuh beras, membuat ketupat, memasak lemang, dan memasak sayur untuk keperluan upacara. Selama proses ini, kaum perempuan diwajibkan mengenakan tapih bahalai, yakni batik khas untuk perempuan dari daerah tersebut. Sedangkan kaum laki-laki mempersiapkan tempat pemujaan dan menghiasnya, mencari kayu bakar, dan memasak nasi. Selama acara berlangsung, kaum laki-laki diharuskan mengenakan sentana parang dan mandau yang diselipkan di pinggang.

Tahapan kedua adalah pemanggilan arwah leluhur agar mereka ikut menghadiri dan merestui upacara. Tahapan yang dipimpin oleh beberapa orang balian (tokoh spritual masyarakat Dayak) ini dilaksanakan pada malam ketiga hingga malam keenam. Para balian menari (batandik) mengelilingi tempat pemujaan sembari diiringi dengan bunyi-bunyian dari gendang dan gong. Untuk memanggil arwah para leluhur, para balian tersebut akan menggelar beberapa ritual. Pertama, ritual Balai Tumarang. Ritual pembuka ini ditujukan untuk memanggil sejumlah arwah yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah tersebut, termasuk arwah para raja dari Pulau Jawa. Kedua, ritual Sampan Dulang atau ritual Kelong. Ritual ini bertujuan memanggil arwah leluhur orang Dayak, yakni Balian Jaya atau yang juga populer dengan nama Nini Uri. Ketiga, ritual Hyang Lembang. Yakni memanggil arwah raja-raja dari Kerajaan Banjar pada masa lampau. Keempat, ritual Dewata. Ritual ini berisi kisah tentang Datu Mangku Raksa Jaya yang berhasil menembus alam dewa dengan cara bertapa. Kelima, ritual Hyang Dusun. Yakni mengisahkan beberapa raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau sembilan pulau.

Tahapan ketiga merupakan puncak upacara adat Aruh Baharin. Pada hari terakhir ini ditampilkan berbagai atraksi kesenian khas masyarakat Dayak. Yang ditunggu-tunggu para pengunjung adalah proses penyembelihan hewan (hadangan) berupa beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam yang dipimpin oleh para balian. Uniknya, warga saling memperebutkan darah hewan-hewan tersebut dan kemudian mengoleskannya ke tubuh masing-masing. Mereka meyakini, darah hewan tersebut dapat memberikan keselamatan. Sebagian dari daging hewan tersebut dimasak untuk dimakan bersama-sama dan sebagiannya lagi dimasukkan ke dalam miniatur perahu naga, rumah adat, dan tempat sesajian (ancak) yang digunakan untuk sesaji. Sebelum dilarungkan ke Sungai Balangan, sesaji tersebut terlebih dahulu diludahi oleh semua anggota kelompok masyarakat adat yang bertindak sebagai penyelenggara upacara dan kemudian diberkati (mamangan) oleh para balian. Ini merupakan simbol untuk membuang segala yang buruk dan supaya mereka terhindar dari berbagai malapetaka.

C. Lokasi

Upacara Aruh Baharin dihelat di Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

C. Akses

Dari Kota Banjarmasin, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan, Desa Kapul berjarak sekitar 250 kilometer. Bagi wisatawan yang berada di Kota Banjarmasin, dapat menuju Kota Paringin, Ibu Kota Kabupaten Balangan, dengan naik bus atau travel. Dari Kota Paringin, perjalanan kemudian dilanjutkan dengan naik bus menuju Desa Kapul, lokasi upacara adat Aruh Baharin digelar.

D. Harga Tiket

Pengunjung yang ingin menyaksikan upacara adat ini tidak dipungut biaya.

E. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Selama upacara adat Aruh Baharin berlangsung, terdapat berbagai pedagang yang menyediakan berbagai kebutuhan wisatawan, seperti makanan, minuman, dan cenderamata khas masyarakat Dayak. Di sana juga tersedia homestay, sehingga dapat digunakan oleh wisatawan yang ingin menginap.

Sedangkan bagi wisatawan yang ingin memperoleh akomodasi dan fasilitas yang lumayan lengkap, dapat menemukannya di Kota Paringin, Ibu Kota Kabupaten Balangan. Di kota tersebut terdapat rumah makan, kios wartel, masjid, mushola, gereja, pasar, pusat oleh-oleh dan cenderamata, serta hotel dan wisma dengan berbagai tipe.

by wisatamelayu.com

Upacara Adat Aruh Baharin

A. Selayang Pandang

Bagi sebagian masyarakat di Nusantara, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari bertani padi, musim panen adalah salah satu momen yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Selain bermakna ekonomi, musim panen padi juga mengandung makna spritual. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat menggelar ritual-ritual tertentu atau upacara-upacara khusus sebelum atau sesudah musim panen padi tiba. Salah satunya adalah upacara adat Aruh Baharin yang digelar oleh masyarakat Dayak yang berdomisili di Desa Kapul, Kecamatan Halongan, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Biasanya, upacara dipusatkan di balai adat, rumah adat, atau di tempat-tempat khusus yang sengaja dibuat untuk keperluan upacara adat Aruh Baharin.

Pada awalnya, Aruh Baharin merupakan upacara adat yang dihelat oleh masyarakat Dayak Halongan pemeluk agama Kaharingan (agama suku Dayak) setelah musim panen padi ladang (pahumaan) usai. Tujuan digelarnya upacara ini adalah sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen padi ladang yang melimpah, sekaligus penghormatan terhadap arwah leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari berbagai marabahaya. Mereka meyakini, beras hasil panen (baras hanyar) belum boleh dimakan, sebelum upacara adat tersebut dilaksanakan.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, upacara adat yang diwariskan secara turun-temurun ini juga digunakan untuk mensyukuri hasil usaha lainnya, seperti berdagang, beternak, nelayan, dan lain sebagainya. Begitu pula pelaksanaannya, yang tidak hanya diikuti oleh masyarakat Dayak pemeluk agama Kaharingan, tapi juga diikuti oleh pemeluk dari berbagai agama yang terdapat di Desa Kapul. Bahkan, upacara adat ini juga dihadiri oleh masyarakat yang berada di sekitar Desa Kapul, serta tokoh masyarakat dan pemuka adat dari kabupaten dan provinsi lain di Pulau Kalimantan yang sengaja diundang untuk menghadiri upacara ini.

Biasanya, pada upacara yang digelar selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut ini disembelih beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam. Upacara adat tersebut juga dilengkapi dengan berbagai keperluan-keperluan lainnya, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pihak penyelenggara maupun yang berhubungan dengan kelengkapan upacara itu sendiri, yang mana membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Agar tidak terlalu memberatkan, biaya untuk pelaksanaan upacara ini ditanggung bersama oleh kelompok masyarakat adat yang terdapat di Desa Kapul. Di desa tersebut terdapat tiga kelompok masyarakat adat, di mana setiap kelompok adat biasanya terdiri dari 25 sampai 30 kepala keluarga. Selain itu, untuk meringankan pihak penyelenggara, upacara adat Aruh Baharin belakangan ini digelar tiga tahun sekali dan bahkan lima tahun sekali.

B. Keistimewaan

Upacara adat yang digelar selama tujuh hari tujuh malam ini terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama adalah tahapan persiapan. Pada tahapan ini, kaum perempuan berbagi tugas dengan kaum laki-laki untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelengkapan upacara. Kaum perempuan bertugas membersihkan dan membasuh beras, membuat ketupat, memasak lemang, dan memasak sayur untuk keperluan upacara. Selama proses ini, kaum perempuan diwajibkan mengenakan tapih bahalai, yakni batik khas untuk perempuan dari daerah tersebut. Sedangkan kaum laki-laki mempersiapkan tempat pemujaan dan menghiasnya, mencari kayu bakar, dan memasak nasi. Selama acara berlangsung, kaum laki-laki diharuskan mengenakan sentana parang dan mandau yang diselipkan di pinggang.

Tahapan kedua adalah pemanggilan arwah leluhur agar mereka ikut menghadiri dan merestui upacara. Tahapan yang dipimpin oleh beberapa orang balian (tokoh spritual masyarakat Dayak) ini dilaksanakan pada malam ketiga hingga malam keenam. Para balian menari (batandik) mengelilingi tempat pemujaan sembari diiringi dengan bunyi-bunyian dari gendang dan gong. Untuk memanggil arwah para leluhur, para balian tersebut akan menggelar beberapa ritual. Pertama, ritual Balai Tumarang. Ritual pembuka ini ditujukan untuk memanggil sejumlah arwah yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah tersebut, termasuk arwah para raja dari Pulau Jawa. Kedua, ritual Sampan Dulang atau ritual Kelong. Ritual ini bertujuan memanggil arwah leluhur orang Dayak, yakni Balian Jaya atau yang juga populer dengan nama Nini Uri. Ketiga, ritual Hyang Lembang. Yakni memanggil arwah raja-raja dari Kerajaan Banjar pada masa lampau. Keempat, ritual Dewata. Ritual ini berisi kisah tentang Datu Mangku Raksa Jaya yang berhasil menembus alam dewa dengan cara bertapa. Kelima, ritual Hyang Dusun. Yakni mengisahkan beberapa raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau sembilan pulau.

Tahapan ketiga merupakan puncak upacara adat Aruh Baharin. Pada hari terakhir ini ditampilkan berbagai atraksi kesenian khas masyarakat Dayak. Yang ditunggu-tunggu para pengunjung adalah proses penyembelihan hewan (hadangan) berupa beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam yang dipimpin oleh para balian. Uniknya, warga saling memperebutkan darah hewan-hewan tersebut dan kemudian mengoleskannya ke tubuh masing-masing. Mereka meyakini, darah hewan tersebut dapat memberikan keselamatan. Sebagian dari daging hewan tersebut dimasak untuk dimakan bersama-sama dan sebagiannya lagi dimasukkan ke dalam miniatur perahu naga, rumah adat, dan tempat sesajian (ancak) yang digunakan untuk sesaji. Sebelum dilarungkan ke Sungai Balangan, sesaji tersebut terlebih dahulu diludahi oleh semua anggota kelompok masyarakat adat yang bertindak sebagai penyelenggara upacara dan kemudian diberkati (mamangan) oleh para balian. Ini merupakan simbol untuk membuang segala yang buruk dan supaya mereka terhindar dari berbagai malapetaka.

C. Lokasi

Upacara Aruh Baharin dihelat di Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

C. Akses

Dari Kota Banjarmasin, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan, Desa Kapul berjarak sekitar 250 kilometer. Bagi wisatawan yang berada di Kota Banjarmasin, dapat menuju Kota Paringin, Ibu Kota Kabupaten Balangan, dengan naik bus atau travel. Dari Kota Paringin, perjalanan kemudian dilanjutkan dengan naik bus menuju Desa Kapul, lokasi upacara adat Aruh Baharin digelar.

D. Harga Tiket

Pengunjung yang ingin menyaksikan upacara adat ini tidak dipungut biaya.

E. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Selama upacara adat Aruh Baharin berlangsung, terdapat berbagai pedagang yang menyediakan berbagai kebutuhan wisatawan, seperti makanan, minuman, dan cenderamata khas masyarakat Dayak. Di sana juga tersedia homestay, sehingga dapat digunakan oleh wisatawan yang ingin menginap.

Sedangkan bagi wisatawan yang ingin memperoleh akomodasi dan fasilitas yang lumayan lengkap, dapat menemukannya di Kota Paringin, Ibu Kota Kabupaten Balangan. Di kota tersebut terdapat rumah makan, kios wartel, masjid, mushola, gereja, pasar, pusat oleh-oleh dan cenderamata, serta hotel dan wisma dengan berbagai tipe.

Senin, 25 Mei 2009

Museum Lambung Mangkurat

A. Selayang Pandang

Museum Lambung Mangkurat diresmikan penggunaannya pada tahun 1979. Bangunan museum ini berarsitektur Rumah tradisional Banjar, Rumah Bubungan Tinggi, yang dipoles dengan gaya modern. Barang koleksi Museum terdiri dari peninggalan Kesultanan Banjar, Candi agung, dan Candi laras, perkakas dari batu, ukiran kayu Ulin, perkakas pertanian dan perabot rumah tangga, alat musik tradisional dan sebagainya.

Museum Lambung Mangkurat, terdiri dari dua lantai. Lantai pertama terdiri dari tiga ruang pameran (display), yaitu satu ruang pameran terbuka dan dua ruang pameran tertutup. Di ruang pameran terbuka, para pengunjung dapat melihat tiga alat transportasi sungai masyarakat Banjar yaitu: jukung sudur, perahu pandan liris, dan jukung tambangan. Selain ketiga jenis kapal tersebut, pengunjung juga dapat melihat beragam fosil fauna laut, seperti kerangka ikan paus (Rhineodon Typus Cotaceae). Sedangkan di kedua ruang pameran tertutup, pengunjung akan dibawa masuk ke zaman nan jauh sebelum kita lahir. Di salah satu ruangan tertutup ini, pengunjung dapat menyaksikan peralatan yang digunakan pada masa prasejarah, seperti: beliung, kapak bahu, pahat kapak lonjong, tuangan kapak perunggu dan benda-benda lainnya. Sedangkan di ruang pamer tertutup yang lain, pengunjung akan menyaksikan beragam peninggalan Kerajaan Banjar.

Pada lantai kedua, para pengunjung akan menyaksikan lukisan foto etnis dan peta persebaran suku bangsa yang berdiam di wilayah Kalsel. Di tempat ini, para pengunjung dapat menyaksikan berbagai bentuk rumah tradisional Banjar seperti: Bubungan Tinggi, Gajah Manyusu, dan lain sebagainya. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan etalase lengkap daur hidup masyarakat Banjar, dari fase kelahiran, anak-anak, menjelang dewasa, menikah, melahirkan hingga meninggal dunia. Fase-fase tersebut, dideskripsikan dalam bentuk upacara-upacara yang dekat dengan perkembangan Islam seperti tradisi Baayun Anak, Basunat, Baantar Jujuran, Batamat Al Quran, Bakawinan, dan lain sebagainya.

B. Keistimewaan

Dengan memasuki museum Lambung Mangkurat, para pengunjung dibawa kemasa lalu, yaitu masa sebelum Kalimantan Selatan berubah menjadi sebuah provinsi. Museum ini dapat memberikan pemahaman kepada pengunjung tentang perkembangan masyarakat Banjar dari zaman purba, yakni ketika masih menggunakan perkakas dari batu, hingga perkembangan kerajaan-kerajaan yang pernah ada dan berpengaruh di Kalimantan Selatan. Dengan melihat Genta Kencana (tempat raja beristirahat), misalnya, pengunjung akan mengetahui bagaimana peradaban yang dibangun masyarakat Banjar saat itu.

C. Lokasi

Museum Lambung Mangkurat terletak di kota Banjarbaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

D. Akses

Museum ini terletak di Banjarbaru, 35 km dari Banjarmasin. Menuju museum Lambung Mangkurat, tidaklah terlalu sulit. Letaknya yang strategis di Jalan A.Yani menjadikannya mudah dicapai dengan alat transportasi apa pun juga, baik kendaraan pribadi atau angkutan umum. Dari Bandar udara Syamsudin Noor Landasan Ulin Banjarbaru, pengunjung hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit.

E. Harga Tiket


Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai tiket yang berbeda-beda. Untuk pengunjung dewasa dikenai harga tiket Rp 1.500 per orang, anak-anak Rp 1.000, sementara untuk wisatawan mancanegara dikenai biaya sebesar Rp 3.000 per orang.

F. Akomodasi dan fasilitas lainnya.

Museum ini telah dilengkapi berbagai akomodasi dan fasilitas, seperti restoran yang menyajikan masakan khas banjar, warung internet, ruang layanan konservasi benda budaya, serta rumah inap.

Museum Lambung Mangkurat

A. Selayang Pandang

Museum Lambung Mangkurat diresmikan penggunaannya pada tahun 1979. Bangunan museum ini berarsitektur Rumah tradisional Banjar, Rumah Bubungan Tinggi, yang dipoles dengan gaya modern. Barang koleksi Museum terdiri dari peninggalan Kesultanan Banjar, Candi agung, dan Candi laras, perkakas dari batu, ukiran kayu Ulin, perkakas pertanian dan perabot rumah tangga, alat musik tradisional dan sebagainya.

Museum Lambung Mangkurat, terdiri dari dua lantai. Lantai pertama terdiri dari tiga ruang pameran (display), yaitu satu ruang pameran terbuka dan dua ruang pameran tertutup. Di ruang pameran terbuka, para pengunjung dapat melihat tiga alat transportasi sungai masyarakat Banjar yaitu: jukung sudur, perahu pandan liris, dan jukung tambangan. Selain ketiga jenis kapal tersebut, pengunjung juga dapat melihat beragam fosil fauna laut, seperti kerangka ikan paus (Rhineodon Typus Cotaceae). Sedangkan di kedua ruang pameran tertutup, pengunjung akan dibawa masuk ke zaman nan jauh sebelum kita lahir. Di salah satu ruangan tertutup ini, pengunjung dapat menyaksikan peralatan yang digunakan pada masa prasejarah, seperti: beliung, kapak bahu, pahat kapak lonjong, tuangan kapak perunggu dan benda-benda lainnya. Sedangkan di ruang pamer tertutup yang lain, pengunjung akan menyaksikan beragam peninggalan Kerajaan Banjar.

Pada lantai kedua, para pengunjung akan menyaksikan lukisan foto etnis dan peta persebaran suku bangsa yang berdiam di wilayah Kalsel. Di tempat ini, para pengunjung dapat menyaksikan berbagai bentuk rumah tradisional Banjar seperti: Bubungan Tinggi, Gajah Manyusu, dan lain sebagainya. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan etalase lengkap daur hidup masyarakat Banjar, dari fase kelahiran, anak-anak, menjelang dewasa, menikah, melahirkan hingga meninggal dunia. Fase-fase tersebut, dideskripsikan dalam bentuk upacara-upacara yang dekat dengan perkembangan Islam seperti tradisi Baayun Anak, Basunat, Baantar Jujuran, Batamat Al Quran, Bakawinan, dan lain sebagainya.

B. Keistimewaan

Dengan memasuki museum Lambung Mangkurat, para pengunjung dibawa kemasa lalu, yaitu masa sebelum Kalimantan Selatan berubah menjadi sebuah provinsi. Museum ini dapat memberikan pemahaman kepada pengunjung tentang perkembangan masyarakat Banjar dari zaman purba, yakni ketika masih menggunakan perkakas dari batu, hingga perkembangan kerajaan-kerajaan yang pernah ada dan berpengaruh di Kalimantan Selatan. Dengan melihat Genta Kencana (tempat raja beristirahat), misalnya, pengunjung akan mengetahui bagaimana peradaban yang dibangun masyarakat Banjar saat itu.

C. Lokasi

Museum Lambung Mangkurat terletak di kota Banjarbaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

D. Akses

Museum ini terletak di Banjarbaru, 35 km dari Banjarmasin. Menuju museum Lambung Mangkurat, tidaklah terlalu sulit. Letaknya yang strategis di Jalan A.Yani menjadikannya mudah dicapai dengan alat transportasi apa pun juga, baik kendaraan pribadi atau angkutan umum. Dari Bandar udara Syamsudin Noor Landasan Ulin Banjarbaru, pengunjung hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit.

E. Harga Tiket


Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai tiket yang berbeda-beda. Untuk pengunjung dewasa dikenai harga tiket Rp 1.500 per orang, anak-anak Rp 1.000, sementara untuk wisatawan mancanegara dikenai biaya sebesar Rp 3.000 per orang.

F. Akomodasi dan fasilitas lainnya.

Museum ini telah dilengkapi berbagai akomodasi dan fasilitas, seperti restoran yang menyajikan masakan khas banjar, warung internet, ruang layanan konservasi benda budaya, serta rumah inap.

by wisatamelayu.com